Jumat, 25 Desember 2009

Pandangan Para Salaf Dalam Menghadapi Kekhawatiran dan Harapan

Siapa saja yang mengharapkan sesuatu, maka diisyaratkan adanya tiga hal:
Pertama, Menyukai apa yang diharapkan.
Kedua, Khawatir akan kehilangan apa yang diharapkan.
Ketiga, Berusaha keras untuk mendapatkannya.

Harapan yang tidak dikaitkan dengan sesuatu disebut angan-angan. Harapan berbeda dengan angan-angan. Setiap orang yang berharap pasti ada rasa khawatir. Seorang yang berjalan di jalan raya bila merasa khawatir, ia akan mempercepat jalannya, takut kehilangan sesuatu.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat Tuhan mereka dan orang-orang yang tidk mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengam hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesunggunya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu segera mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS. Al-Mu'minun: 57-61)

Allah mensifati orang-orang yang bahagia dengan ihsan 'kebaikan' dan khauf 'kekhawatiran'. Sebaliknya, Allah justru memberi sifat orang-orang yang jahat dengan keburukan dan rasa aman. Maksudnya, orang yang beramal kebaikan itu pasti bahagia, namun mereka tetap merasa khawatir, sedangkan orang-orang yang berbuat kejahatan pasti hina, tetapi ia merasa aman.

Orang-orang yang merenungkan keadaan para sahabat tentu akan menemukan mereka dalam puncak amal dan puncak kekhawatiran, sedangkan kita semua berada pada posisi kekurangan, bahkan melampui batas, tetapi perasaan kita aman-aman saja. Duhai celaka! Mari kita ikuti kisah-kisah mereka.

Abubakar ash-Shiddiq r.a
Abubakar berkata, "Aku mengingikan diriku seperti sehelai rambut dibelah orang mukmin." Riwayat ini disebutkan oleh Imam Ahmad.
Diriwayatkan pula tentang Abubakar bahwa ia memegang lidahnya lalu berkata, " Inilah yang menyeretku ke tempat yang berbahaya." Lalu Abubakar menangis seraya melanjutkan, "Menangislah, kalau tidak menangis, pura-pura menangislah." Lalu ia berdiri shalat. Ia seperti sebuah tiang: tak bergerak karena takut kepada Allah.

Umar ibn Khatab r.a
Sahabat setia rasul ini telah membaca surat at-Thur. Ketika sampai pada ayat, "Sesungguhnya siksa Tuhanmu pasti terjadi", ia menangis tersedu-sedu hingga jatuh sakit dan banyak orang menengoknya.

Utsman ibn Affan r.a
Ketika berdiri diatas kuburan, Utsman menangis hingga basahlah jenggotnya. Ia berkata, "Seandainya berada diantara surga dan neraka, aku tidak tahu yang mana di antara kedua tempat itu yang diperintahkan untukku. Kalaulah bisa, aku memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku nanti."

Ali ibn Abu Thalib r.a
Inilah Ali ibn Abi Thalib r.a dengan tangisan dan kekhawatirannya. Rasa takut yang ada padanya disebabkan dua hal, yaitu panjang angan dan hawa nafsu yang diperturutkan.
Keponakan Nabi ini merenungi hakekat. Ia berkata, "Panjang angan akan menjadi seseorang lupa akhirat, sementara hawa nafsu yang diperturutkan akan menghalangi orang dari kebenaran. Sesungguhnya dunia ini telah pergi dan akhirat telah tiba. Setiap wanita yang mempunyai banyak anak, hendaknya menjadikan mereka anak akhirat, dan janganlah menjadikan sebagai anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah hari amal dan bukan perhitungan, sedangkan besok adalah hari perhitungan tanpa amal.

Disarikan dari Buku Terapi Penyakit Hati, Ibnul Qoyim al-Jauzi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar